Pernah punya
impian? Dan apakah impian itu selalu menjadi kenyataan? Pasti ada impian yang
menjadi kenyataan setelah usaha yang maksimal. Tapi kadang jalan Tuhan
menunjukkan sesuatu yang lain. Seperti ceritaku ini, tentang impian dari masa lalu.
Waktu masih mahasiswa tingkat akhir, aku punya impian menjadi seorang penulis. Pada waktu itu aku memang sedang bersemangat menulis cerpen. Cukup banyak cerpen yang aku buat dan aku kirimkan ke majalah. Tetapi saat itu, baru sebuah cerpen yang bisa menembus media lokal.
Cita-cita
menjadi penulis ini, bukannya tanpa alasan. Ada cita-cita besar lain (cie...)
dibalik cita-cita sebagai penulis, yaitu Ibu Rumah Tangga. Dalam pikiranku
waktu itu, aku ingin menjadi ibu yang bisa membersamai anak di rumah. Jadi aku
ingin menjadi Ibu Rumah Tangga yang Penulis. Agar aku bisa tetap bekerja di
rumah.
Keinginan itu
tentu bukan tanpa sebab. Jadi, di akhir masa kuliah, aku memang mulai sering
membaca buku-buku pernikahan. Menurutku, setiap hal dalam hidup kan butuh ilmu,
termasuk juga pernikahan. Jadi, sebelum memasuki bangunan pernikahan, aku butuh
ilmu yang memadai untuk menghadapinya. Dan kesimpulanku saat itu (hingga
sekarang), pendidikan anak akan lebih maksimal jika ibu sendiri yang mendidiknya.
Dalam agama Islam, ada sabda Rasul yang artinya, “Ibu adalah sekolah pertama
bagi anak-anaknya.” Karena itulah aku bercita-cita menjadi Ibu yang Penulis.
Qodarullah, aku
diterima CPNS di tahun 2006. Kok bisa? Cita-cita jadi penulis kok ngelamar
CPNS? Semua adalah bentuk baktiku pada orangtua. Orangtua yang telah
menyekolahkan sampai sarjana, tentu berharap anaknya mempunyai pekerjaan yang
layak (dalam pandangan umum). Apalagi aku yang tinggal di desa. Sarjana yang
tinggal di desa tanpa kegiatan, seringkali akan menjadi pergunjingan. Kalau
jadi pergunjingan, bukan hanya kita yang sedih, orang tua pasti sedih juga. Begitulah...
Ketika ada lowongan CPNS, aku mendaftar dan diterima.
Ternyata oh
ternyata, menjadi PNS itu tidak sesantai yang dikatakan orang-orang. Ada banyak
PNS yang benar-benar bekerja, bahkan ngelembur di luar jam kerja untuk
menyelesaikan pekerjaan. Tetapi rajinnya PNS ini seolah tertutupi dengan
pemberitaan PNS yang bersantai-santai saat jam kerja. Padahal kalau dihitung,
prosentasenya lebih banyak PNS yang rajin lho... Ini pengalamanku sendiri. Dan
nila setitik itu memang benar-benar merusak susu sebelanga. Semua jadi ikut
jelek.
Dan kesibukan
baruku itu membuatku tidak lagi menekuni dunia kepenulisan. Impian masih
terpendam. Tapi rasanya aku tak punya waktu untuk kembali menulis (bilang saja
malas, hehe...). Tujuh tahun aku berkutat dalam kesibukan sebagai abdi negara. Berangkat
jam 6 pagi, pulang jam 3 sore. Itu kalau tidak lembur. Padahal sering aku
pulang menjelang maghrib. Sampai rumah sudah capek.
Hingga
kemudian, memasuki tahun kedelapan aku berkesempatan pindah dinas di kecamatan.
Dulu, jarak rumahku ke dinas di kabupaten adalah satu jam perjalanan. Sedangkan
di kecamatan, aku hanya membutuhkan waktu lima belas menit ke kantor. Dan lagi,
di kecamatan aku sudah jarang lembur lagi. So... aku mempunyai mempunyai waktu
longgar lebih banyak.
Tapi, menulis
itu memang butuh latihan yang konsisten ya... Lama tidak menulis, membuatku
cukup kesulitan membuat tulisan lagi. Hingga aku mencoba menulis lagi dengan
membuat blog. Menulis dengan suka cita, menulis apa saja yang aku pikirkan.
Impian dan
kenyataan memang seringkali tidak sejalan. Saat ini aku memang tak bisa 100%
membersamai anak-anak seperti impianku dulu. Tetapi ada orang-orang yang aku
percaya turut mendampingi mereka. Ada Abi yang antar jemput anak pertama
sekolah SD. Ada Si Mbak yang antar jemput putri kedua sekolah TK. Ada Budhe
yang momong adik kecil yang masih 6 bulan. Dan aku bisa bersama anak-anak sepulang
kerja sampai dengan mereka tidur malam hari. Dan di malam hari ketika anak-anak
sudah tidur, aku bisa menulis lagi. Dan yang pasti, meski tidak seharian
bersama anak-anak, aku tetap sebagai penanggung jawab pengasuhan anak-anak.
Dari cerita itulah
judul blogku pertama kali berasal. Impian menjadi penulis yang tertunda. Dan harapan untuk
bisa menulis lagi. Awalnya ingin kuberi nama Impian Menulis, lalu Menulis
Impian. Tapi sepertinya Menulis Mimpi lebih pas deh... :)
MENULIS MIMPI
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
April 08, 2015
Rating:
Kalo udah lama ga nulis emg beda ya, bunda. Sama deh kyk Putri. Salam kenal ya bunda ;)
BalasHapusAyo kita semangat lagi mb Putri. Salam kenal juga. :)
HapusSemangat ya mbak..
BalasHapussaya jg baru ngeblog mbak, tp food blogger.. kalo ide lagi macet nulis pendahuluan aja bs lamaaaa natap laptop, bingung mau nulis apa.. hehehe
main2 ke blog sy mbak, barangkali mau cari inspirasi memasak :)
Makasih mb... Siap meluncur ke blog mb maya...
BalasHapusAsal masih semangat gak ada kata terlambat mba, terus aja menulis disela2 waktu... hehehe. Tapi memang mood nulis juga bisa naik turun yah...
BalasHapusSiip. Ok mb...
Hapus