KENANGAN PENUH WARNA DARI MASA KECIL

Saya generasi 80-an dan tinggal di desa. Masih merasakan asyiknya main petak umpet, sudah manda, gobak sodor, dan permainan tradisional lain.
Namun, selain tentang permainan tradisional, ada juga beberapa kenangan tentang masa kecil saya yang penuh warna.

Padang Rumput Tempat Bermain
Dulu di depan rumah saya ada padang rumput yang luas. Setiap hari ada sapi dan kambing yang dibawa pemiliknya untuk merumput disana. Sapi-sapi dan kambing-kambing itu cukup diikat dan dibiarkan makan rumput sampai kenyang. Pemiliknya bahkan tak perlu menjaga seharian. Dan semua baik-baik saja pada waktu itu. 

Kami juga suka bermain di sana saat sore hari. Berkejaran atau mencari sesuatu di antara rerumputan. Ketika musim angin, di padang rumput itu akan ramai anak lelaki bermain layang-layang. Ada yang sekedar bermain ada juga yang saling mengadu layang-layangnya.

Di seberang jalan itu dulu padang rumput berada
Sekarang di tanah itu, yang merupakan tanah milik PJKA sudah berdiri rumah-rumah. Padang rumput hijau itu hilang sudah. :(

Bermain di Sawah
Waktu kecil saya punya 'geng' yang sering bermain ke sawah. Kami berjalan menyusuri pematang sawah, berteduh di gubuk sawah atau bermain diantara lumpur. Tetapi kegiatan favorit kami adalah mencari buah ciplukan diantara sela-sela tanaman tebu, dan mengumpulkannya di kantung plastik.

Ciplukan yang ternyata banyak khasiatnya. Gambar dari sini


Pernah juga timbul kenakalan kami yaitu dengan 'mengambil' beberapa batang tebu dari sawah milik orang entah siapa. Beruntungnya, kami ketahuan. Jadi deh, kami berlarian dikejar bapak penjaga tebu. :D

Anak-anak lelaki biasanya mengupas kulit tebu dengan gigi mereka, lalu menyesap manisnya daging tebu sebelum membuang sepahnya. Kalau saya biasanya membawa tebu itu ke rumah untuk dikupas dengan pisau, lalu dagingnya diiris kecil-kecil, ditaruh di piring, baru deh disesap air manisnya.

Mungkin karena keseringan main di sawah, makanya waktu kecil kulit saya hitam. Dan sampai sekarangpun masih... :D
Dulu dan kini, tetap hitam :D

Mengaji Turutan dan Berpindah-pindah Tempat Mengaji
Karena dulu belum ada bermacam-macam metode mengaji, kami mengaji dengan menggunakan kitab yang kami sebut turutan.

Seperti inilah turutan. Gambar dari sini
Kami akan menyelesaikan mengaji turutan ini sebelum nantinya naik ke Al-Qur'an.

Nah, kalau sudah khatam mengaji Al-Qur'an pada satu guru, biasanya kami akan pindah mengaji pada guru lain sampai khatam lagi. Guru ngaji pertama saya bernama Mbah Aminah (semoga Allah merahmati beliau). Beliau mengajarkan turutan, kemudian berlanjut ke Al-Qur'an. Setelah khatam, saya mengaji kepada Bu Muflihah, Bu Halimah, dan yang terakhir dengan Mbah Budur (semoga Allah merahmati beliau semua).  Begitulah saat itu. Kami tidak cukup khatam sekali. Tetapi kami tetap akan mengajikan bacaan Al-Qur'an pada guru-guru ngaji kami.

Pada waktu itu busana muslim belumlah semarak seperti sekarang, dimana banyak gamis imut untuk anak-anak mengaji. Dulu, tidak masalah mengaji memakai baju pendek, yang penting memakai kerudung. Karena itulah, setelah mengaji kami bisa melepas kerudungnya dan langsung bermain. Paling seru bermain petak umpet di sore hari.

Seperti itulah sebagian warna-warni dari masa kecilku. Bagaimana warna di masa kecilmu?


KENANGAN PENUH WARNA DARI MASA KECIL KENANGAN PENUH WARNA DARI MASA KECIL Reviewed by Ummi Nadliroh on October 03, 2015 Rating: 5

13 comments:

  1. Warna masa kecilnya sangat menawan untuk di bayangkan.. hehehe ... mencuri tebu dan berkejar sm empunya... lucu..

    Saya terharu dgn pengajian pengajian turutannyaa..

    Salam kenal yaa bunda

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mengingat masa kecil memang indah ya bunda...

      Salam kenal kembali

      Delete
  2. wah, sama denganku Mbak. Ngajinya pindah-pindah. dulu bilangnya ngaji alif ba ta. pakai baju dan sarung, belum ada yang namanya gamis, ya saat itu. duh, jadi kangen masa kecil :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mbak. Saya nulisnya jg sambil kangen masa itu. :)

      Delete
  3. Eheee belum sempat ngerasaain ngaji turutan itu bunda. Heee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak rohma mesti masih imut nih... Hehe...

      Delete
    2. Kya kya.......
      Udah nggak terlalu imut lagi, bunda...
      Hohoooo ^_^

      Delete
  4. Kalau di tempat saya turutan itu disebut alipan, hehe.

    ReplyDelete
  5. Ngobrolin masa kecil memang lucu ya mba, ampe dikejar-kejar begitu.

    Terima kasih sudah ikutan

    ReplyDelete
  6. Asik banget ya mba.. Saya juga ngaji pake turutan lhoo.. Kalau makan tebu, kebetulan nenek saya pny pohonnya. Kalau saya main kesana, beliau mengupaskan sekalian nemotongnya kecil2 sebesar dadu. :)

    ReplyDelete

Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)

Powered by Blogger.