Bertahun lalu dimasa kecilku,
Aku ingat ketika kau membangunkanku di waktu subuh
Dengan tangan dingin sisa air wudlu, menyentuh wajahku
Bolak-balik ke kamar, entah 5 atau 10 kali
Tapi aku bandel, tak juga bangun untuk sholat subuh.
Bahkan tangan dingin itu masih kuingat rasanya
Hingga saat ini, tiap subuh hari.
Kuingat juga saat kelas 3 SD
Kau mendaftarkan aku di sebuah madrasah diniyyah
Membuatku harus belajar agama setiap hari tiap selesai sekolah
Karena bagimu agama adalah yang terpenting.
Meski pada saat yang sama,
Orang tua teman-temanku mendaftarkan anaknya untuk les
Supaya nilai mereka bertambah bagus.
Tapi katamu, “tak apa tak dapat rangking 1, yang penting kamu selalu belajar.”
Belajar bagimu, tak melulu soal nilai dan ranking,
Tapi pengetahuan dan kedewasaan.
Aku juga ingat saat lulus SD,
Kau memintaku sekolah di MTs,
Akupun setuju.
Meski ada teman mencandaimu,
“Masak PNS, anaknya sekolah di madrasah.”
Mereka tidak tahu, kau melakukannya karena kau seorang ibu yang visioner.
Kau ibu yang melihat jauh ke depan.
Karena sukses itu bukan hanya untuk dunia, tapi juga untuk akhirat.
Pun ketika aku lulus MTs.
Kau berkata, “kau sudah dewasa Nana, silahkan memilih sekolah yang kau inginkan”.
Aku memilih untuk nyantri dan sekolah di Aliyah Raudlatul Ulum
Kau mendukungku.
Mendukung lahir batinku, memberi biaya dan support untukku.
Juga tentang peristiwa itu, sesuatu yang membuatku sungguh bersyukur mempunyai ibu sepertimu.
Ketika aku memutuskan terlibat di partai tertentu di masa kuliahku.
Sebuah partai yang banyak ditentang di lingkungan tradisionalmu.
Ketika orang tua lain di sana mengatakan “jangan” pada anak-anaknya.
Tapi yang kau lakukan adalah menanyaiku,
“Apa yang ada disana, apa yang ada di dalamnya, hingga kau ingin berjuang bersama mereka?”
Kau bukan orang tua yang otoriter, kau menerima alasanku.
Dan ridhomu sungguh melebihi segalanya bagiku.
Juga yang terakhir ibu,
Aku ingat di masa sakitmu
Kau masih membimbingku, dengan ketidakjelasan kalimatmu
Memberiku semangat meneruskan perjuanganmu.
Dan aku mulai menyadari,
Kalau kau tiada saat itu,
Yang kau tinggalkan untuk kami adalah amanah dakwah itu.....
Ibu, bila Rasul Mulia berkata,
“Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.”
Maka bagiku, kau telah sempurna melakukannya.
(Ditulis di FB hampir setahun lalu, 22 Desember 2012, pada hari ibu di 2 tahun kepergian ibu)
Aku ingat ketika kau membangunkanku di waktu subuh
Dengan tangan dingin sisa air wudlu, menyentuh wajahku
Bolak-balik ke kamar, entah 5 atau 10 kali
Tapi aku bandel, tak juga bangun untuk sholat subuh.
Bahkan tangan dingin itu masih kuingat rasanya
Hingga saat ini, tiap subuh hari.
Kuingat juga saat kelas 3 SD
Kau mendaftarkan aku di sebuah madrasah diniyyah
Membuatku harus belajar agama setiap hari tiap selesai sekolah
Karena bagimu agama adalah yang terpenting.
Meski pada saat yang sama,
Orang tua teman-temanku mendaftarkan anaknya untuk les
Supaya nilai mereka bertambah bagus.
Tapi katamu, “tak apa tak dapat rangking 1, yang penting kamu selalu belajar.”
Belajar bagimu, tak melulu soal nilai dan ranking,
Tapi pengetahuan dan kedewasaan.
Aku juga ingat saat lulus SD,
Kau memintaku sekolah di MTs,
Akupun setuju.
Meski ada teman mencandaimu,
“Masak PNS, anaknya sekolah di madrasah.”
Mereka tidak tahu, kau melakukannya karena kau seorang ibu yang visioner.
Kau ibu yang melihat jauh ke depan.
Karena sukses itu bukan hanya untuk dunia, tapi juga untuk akhirat.
Pun ketika aku lulus MTs.
Kau berkata, “kau sudah dewasa Nana, silahkan memilih sekolah yang kau inginkan”.
Aku memilih untuk nyantri dan sekolah di Aliyah Raudlatul Ulum
Kau mendukungku.
Mendukung lahir batinku, memberi biaya dan support untukku.
Juga tentang peristiwa itu, sesuatu yang membuatku sungguh bersyukur mempunyai ibu sepertimu.
Ketika aku memutuskan terlibat di partai tertentu di masa kuliahku.
Sebuah partai yang banyak ditentang di lingkungan tradisionalmu.
Ketika orang tua lain di sana mengatakan “jangan” pada anak-anaknya.
Tapi yang kau lakukan adalah menanyaiku,
“Apa yang ada disana, apa yang ada di dalamnya, hingga kau ingin berjuang bersama mereka?”
Kau bukan orang tua yang otoriter, kau menerima alasanku.
Dan ridhomu sungguh melebihi segalanya bagiku.
Juga yang terakhir ibu,
Aku ingat di masa sakitmu
Kau masih membimbingku, dengan ketidakjelasan kalimatmu
Memberiku semangat meneruskan perjuanganmu.
Dan aku mulai menyadari,
Kalau kau tiada saat itu,
Yang kau tinggalkan untuk kami adalah amanah dakwah itu.....
Ibu, bila Rasul Mulia berkata,
“Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.”
Maka bagiku, kau telah sempurna melakukannya.
(Ditulis di FB hampir setahun lalu, 22 Desember 2012, pada hari ibu di 2 tahun kepergian ibu)
YANG MASIH DALAM INGATAN
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Desember 08, 2013
Rating:
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)