Aku menjadi teringat seseorang. Sebut saja namanya Pak SP. Dulunya ia bukanlah orang yang baik, setidaknya begitulah orang2 menganggapnya. Ia terbiasa mabuk dan judi, bahkan memfasilitasi teman2nya untuk mabuk dan judi. Ia juga bukan orang yang rajin sholat, meski bukannya tak pernah sama sekali. Intinya, ia bukanlah orang baik dalam kacamata orang.
Tapi Dia-lah yang berhak memberi hidayah. Hidayah Allah menyentuh Pak SP ini. Lalu ada perubahan besar pada Ramadhan, sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Ia menjadi penghuni tetap musholla, dalam arti paling rajin jama'ah, bahkan minta diajari adzan dan membaca sholawat untuk pujian sesudah adzan. Pada saat pembangunan musholla, ia mungkin paling banyak menyumbang tenaga dan materi. Kalau ditanya, ia akan menjawab, "aku perlu bekal untuk menghadap-Nya." Yang pasti ia benar2 berubah 180°. Tak ada lagi maksiat dalam hari2nya. Selain rajin jama'ah, ia juga rajin mengaji dan mendatangi kyai.
Tentu saja selalu ada aral dalam perubahan besar. Sering ada yang tak mempercayainya. "Ah, pasti ia hanya sebentar seperti itu, nanti juga balik lagi," begitu pikiran sebagian orang di awal perubahannya. Ketika ia mengajak orang lain menuju kebaikan, pasti ada saja yang berkata, "alah, kamu rajin sholat kan baru kemarin," begitu perasaan orang yang tidak suka. Yah, sudah menjadi tabiat manusia merasa lebih baik daripada orang lain. Apalagi orang2 yang merasa sudah menjadi orang baik, seringkali mencemoohnya. Tapi sampai saat ini ia tak mempedulikan cemoohan dan ketidaksukaan orang2 padanya. Ia tetap menabung kebaikan untuk akhiratnya.
Dalam Al-Wafi, syarah kitab Arba'in An-Nawawiyah, dalam kandungan hadis ke-4 ini disebutkan juga sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya." (HR. Bukhori). Karenanya jangan sekali-kali tertipu dengan sikap dan perilaku manusia yang bersifat lahiriyah. Jangan pula kita putus asa dengan sikap dan perilaku seseorang. Karena yang paling menentukan adalah akhir hayatnya.
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, "Sesungguhnya akhiran yang buruk diakibatkan oleh bibit keburukan yang terpendam dalam jiwa manusia, yang tidak diketahui orang lain. Kadang2, seseorang melakukan perbuatan2 ahli neraka, namun di dalam jiwanya terpendam bibit kebaikan. Maka menjelang ajalnya bibit kebaikan tersebut tumbuh dan mengalahkan kejahatannya. Sehingga ia mati dengan husnul khotimah." Begitupun sebaliknya.
Oleh karena itu, marilah kita sama2 berdo'a semoga Allah memberikan kepada kita keteguhan hati dalam kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khotimah, akhir hayat yang baik. Aamiin.
DIMANAKAH LANGKAH KITA BERAKHIR?
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Desember 08, 2013
Rating:
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)