Pertama kali aku melihat laki-laki itu di salah satu sudut pasar yang ada di Jalan Raya Tayu - Pati. Ia bertingkah sebagaimana binaraga yang berada di panggung memamerkan otot-otot kekarnya. Waktu itu aku hanya terpikir, "Ngapain orang itu?".
Tapi ternyata ketika aku lewat di jalan itu lagi, laki-laki itu masih bertingkah bak binaraga di sudut pasar yang sama. Selalu seperti itu setiap kali aku melewati jalan yang sama selama beberapa bulan terakhir ini.
Pun pagi tadi, aku melihatnya lagi, masih dengan tingkah yang sama. Hanya semakin hari, aku melihat laki-laki itu semakin hitam, semakin kotor, semakin lusuh. Dan orang-orang mulai menyebutnya (maaf) orang gila.
Pemandangan "orang gila" selama aku melakukan perjalanan, bukan tentang lelaki binaraga itu saja. Ada seorang lelaki lain yang suka sekali membuat bentuk lingkaran besar di jalan menggunakan kapur putih. Lingkaran-lingkaran itu selalu pas bundarnya yang aku sendiri pasti kesulitan membuatnya. Ada juga perempuan yang selalu marah-marah sepanjang jalan, memarahi orang-orang yang ditemuinya. Dan banyak yang lainnya.
Setiap kali aku bertemu dengan orang-orang yang disebut (maaf lagi) gila itu, aku berfikir, apa yang ada di masa lalu mereka, hingga membawa mereka pada kondisi semacam itu? Apakah impian yang tidak tercapai? Apakah beban permasalahan hidup yang begitu berat dipikul? Atau apa?
Barangkali, hidup di jaman ini terasa berat bagi sebagian orang. Bukan hanya karena hidup itu sendiri sudah berat, tetapi kadang cerita-cerita tingkat tinggi yang berseliweran menyebabkan bertambahnya beban mereka. Sehingga jika tidak kuat iman, akan berat untuk menjaga kewarasan itu.
Pemuda yang telah menyelesaikan sekolahnya, kesulitan mencari pekerjaan. Ketika pekerjaan didapat, ia bertemu teman lama yang mempunyai pekerjaan yang terlihat lebih keren. Mendengar cerita temannya, ia menjadi rendah diri, karena pekerjaannya biasa dengan gaji yang biasa.
Pemuda yang telah menyelesaikan sekolahnya, kesulitan mencari pekerjaan. Ketika pekerjaan didapat, ia bertemu teman lama yang mempunyai pekerjaan yang terlihat lebih keren. Mendengar cerita temannya, ia menjadi rendah diri, karena pekerjaannya biasa dengan gaji yang biasa.
Seorang perempuan bertemu dengan teman-temannya. Mereka saling membanggakan anaknya masing-masing. Anak si A selalu mendapat juara, anak si B sering memenangkan lomba, anak si C hafal Al-Qur'an 2 juz di usia belia. Sedangkan anak si perempuan, "biasa-biasa saja".
Laki-laki pegawai biasa bertemu teman lama yang bercerita tentang kesuksesannya. Rumah megah, berhektar-hektar tanah, mobil berbagai merk, dan segala kemewahan dipunyai oleh sang teman. Sedang ia, masih pegawai biasa, masih tinggal di rumah kontrakan, motornya motor kreditan.
Di media sosial kita melihat artis-artis dengan gaya hidup yang super mewah. Rumah dan mobil bernilai milyaran, berwisata ke luar negeri dengan pesawat pribadi, makan di restoran mewah, tas branded yang harganya jutaan, dan banyak lagi.
Dan ketika kita menjadi orang yang selalu melihat ke atas, bisa jadi kita menjadi silau. Kesuksesan yang kita lihat pada orang lain seakan menjadi segala-galanya. Lalu saat kita tak mampu meraih hal yang sama, kita menjadi tertekan.
Di media sosial kita melihat artis-artis dengan gaya hidup yang super mewah. Rumah dan mobil bernilai milyaran, berwisata ke luar negeri dengan pesawat pribadi, makan di restoran mewah, tas branded yang harganya jutaan, dan banyak lagi.
Dan ketika kita menjadi orang yang selalu melihat ke atas, bisa jadi kita menjadi silau. Kesuksesan yang kita lihat pada orang lain seakan menjadi segala-galanya. Lalu saat kita tak mampu meraih hal yang sama, kita menjadi tertekan.
Sabar dan syukur, adalah pernyataan klise untuk tetap menjaga kewarasan kita. Tapi kenyataannya keduanya bisa menjadi bekal dalam hidup yang berat itu. Sabar jika tujuan kita belum tercapai. Karena untuk mencapai tujuan itu, kita harus melewati jalan berliku, mendaki, mungkin menurun, lalu naik lagi. Ada proses yang harus kita jalani.
Bersyukur, karena meski kita belum mencapai puncak tertinggi, kita telah melalui proses itu setahap-demi setahap. Ada banyak orang lain yang ada di bawah kita juga berjuang menuju tujuannya masing-masing. Ada banyak hal yang masih bisa kita syukuri. Kita diberikan-Nya hidup, dikaruniakan mata untuk melihat, diberikan telinga untuk mendengar, diberi hati untuk merasa.
Dan hidup terus berjalan. Meski rasanya berat, jika kita punya sandaran, insya Allah semua akan lebih terasa ringan. Mari kita senantiasa percaya (iman) kepada-Nya. Selalu punyai kesabaran dan rasa syukur, agar kita bisa tetap menjaga kewarasan kita.
MENJAGA KEWARASAN
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Desember 29, 2015
Rating:
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)