"Kita bermain sebentar, anak-anak. Biar kita tidak jenuh," kata Pak Guru. Ia melihat murid-muridnya mulai tidak konsentrasi pada pelajaran yang ia sampaikan.
"Semuanya berdiri!" perintah Pak Guru.
Lalu semua muridpun berdiri, mengikuti perintah gurunya.
"Nama permainan ini adalah angkat tangan. Caranya, kalau Pak Guru mengatakan kanan, angkat tangan kanan kalian. Kalau Pak Guru mengatakan kiri, angkat tangan kiri kalian. Paham?" jelas Pak Guru.
"Paham, Pak," kata murid-murid kompak.
Permainanpun dimulai.
"Kanan!" teriak Pak Guru. Murid-muridpun mengangkat tangan kanan.
"Kiri!" teriak Pak Guru lagi. Kembali murid-murid mengangkat tangan sebelah kiri.
"Kanan, kiri."
"Kiri, kanan."
"Kanan, kanan."
"Kiri, kiri."
Begitu berganti-ganti. Permainan makin lama semakin cepat. Tapi murid-murid sukses memainkannya.
"Bagaimana anak-anak? Sudah fresh?" tanya Pak Guru sambil tersenyum, melihat murid-muridnya yang terlihat bersemangat.
"Mudah kan?" tanya Pak Guru.
"Mudah sekali, Pak," jawab murid-murid.
"Bagaimana kalau sekarang kita ubah cara bermainnya? Kalau Pak Guru mengatakan kanan, angkat tangan kiri kalian. Kalau Pak Guru mengatakan kiri, angkat tangan kanan kalian."
Lalu permainan dimulai kembali. Awalnya banyak yang gugup, salah mengangkat tangan. Beberapa murid cekikikan karena salah mengangkat tangan berulang kali.
"Bagaimana?" tanya Pak Guru lagi.
"Sulit, Pak," jawab salah satu murid. Yang lainnya mengangguk-angguk mengiyakan.
"Kita coba lagi," kata Pak Guru setelah beberapa saat mereka berhenti bermain.
Mereka lalu bermain lagi, lagi, dan lagi. Awalnya mereka masih salah-salah. Lama-lama mereka bisa mengikuti permainan, mengangkat tangan kiri ketika Pak Guru mengatakan kanan. Dan mengangkat tangan kanan ketika Pak Guru mengatakan kiri. Mereka mulai terbiasa.
Entah apa mengibaratkan cerita diatas dengan kehidupan kita sekarang ini tepat atau tidak. Tetapi, kita mungkin juga menyadari banyak hal yang berubah dari masa dahulu. Ada perubahan menuju yang lebih baik, tetapi tak jarang ada juga perubahan yang menuju keburukan.
Bukan berarti kita pesimis atas masa depan, tetapi tak ada salahnya kalau kita juga introspeksi pada yang terjadi sekarang-sekarang ini.
Dulu kita adalah orang-orang yang taat norma/aturan yang berlaku di masyarakat. Ketika aturan mengatakan A, maka kitapun melakukan A. Jika aturan mengatakan B, maka B adalah hal yang kita lakukan. Kita tidak akan melewati batas antara A dan B.
Jaman berubah. Hal-hal yang dulu salah menurut norma yang berlaku dalam masyarakat, sekarang mudah saja dilakukan. Misalnya tentang hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan saudara. Dulu, hubungan laki-laki dan perempuan bukan mahrom sangat dijaga. Dan ini bukan hanya tentang aturan agama, tetapi juga nilai kesopanan yang berlaku di masyarakat. Tak ada laki-laki dan perempuan bukan mahrom berduaan, apalagi di tempat sepi.
Lama-lama berdua-duaan menjadi biasa. Masih malu-malu, dan masih tahu batas. Lalu jaman berubah lagi. Dulu yang malu-malu, sekarang tak malu-malu lagi. Dari yang pegang tangan, hingga pegang yang lainnya.
Dulu ketika ketahuan pacaran lalu "kecelakaan" dan hamil di luar nikah, malunya minta ampun. Lalu sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan kenalan. Sekarang, tak ada yang ditutup-tutupi lagi. Bahkan ketika perempuan melahirkan tanpa suami (karena zina, bukan karena kejahatan), sekarang bukan hal yang aneh lagi. Semuanya biasa, atas nama modernitas semua menjadi benar. Dan kita yang masih teguh memegang prinsip nenek moyang kita, dikatakan kolot dan kuno.
Juga tentang laki-laki dan perempuan penyuka sesama jenis. Dulu, mereka tak berani menunjukkan aktifiasnya, karena perilaku mereka dikatakan sebagai penyimpangan seksual. Sekarang mereka menuntut hak atas perilaku mereka. Sebagian besar kita mungkin tidak setuju dengan perilaku penyuka sesama jenis itu, tetapi kita lebih banyak yang diam. Yang mengaku modern, tak boleh menentang itu. Sedang yang menentang, katanya sama saja melanggar HAM.
Seperti ketika Pak Guru mengatakan kanan dan kita harus mengangkat tangan kiri. Awalnya kita gugup, tetapi lama-lama kita terbiasa. Awalnya satu dua orang yang terbiasa, yang lainnya masih kaku. Lalu saking biasanya semua akhirnya mengikuti. Sebuah kesalahan akhirnya menjadi kebenaran.
Dan kita... Barangkali harus selalu menggugah rasa kita, agar selalu peka terhadap hal yang ada di sekitar kita. Sesuatu yang biasa, belum tentu sebuah kebenaran. Dan sesuatu yang asing, belum tentu sebuah kesalahan.
Jadi ingat dengan sabda Rasulullah SAW, "Islam datang dalam keadaan asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing." (HR. Muslim)
Bagi yang Muslim, kita punya kewajiban. Jika kita tak mampu merubah kesalahan (kemungkaran) dengan tangan (kekuasaan), maka cukuplah lisan kita mengingatkan. Jika kita tak sanggup mengingatkan, maka hati kita harus tetap merasa bahwa yang salah adalah salah. Meski itu adalah selemah-lemahnya iman.
Jadi, mana yang akan kita pilih?
#selfreminder
"Paham, Pak," kata murid-murid kompak.
Permainanpun dimulai.
"Kanan!" teriak Pak Guru. Murid-muridpun mengangkat tangan kanan.
"Kiri!" teriak Pak Guru lagi. Kembali murid-murid mengangkat tangan sebelah kiri.
"Kanan, kiri."
"Kiri, kanan."
"Kanan, kanan."
"Kiri, kiri."
Begitu berganti-ganti. Permainan makin lama semakin cepat. Tapi murid-murid sukses memainkannya.
"Bagaimana anak-anak? Sudah fresh?" tanya Pak Guru sambil tersenyum, melihat murid-muridnya yang terlihat bersemangat.
"Mudah kan?" tanya Pak Guru.
"Mudah sekali, Pak," jawab murid-murid.
"Bagaimana kalau sekarang kita ubah cara bermainnya? Kalau Pak Guru mengatakan kanan, angkat tangan kiri kalian. Kalau Pak Guru mengatakan kiri, angkat tangan kanan kalian."
Lalu permainan dimulai kembali. Awalnya banyak yang gugup, salah mengangkat tangan. Beberapa murid cekikikan karena salah mengangkat tangan berulang kali.
"Bagaimana?" tanya Pak Guru lagi.
"Sulit, Pak," jawab salah satu murid. Yang lainnya mengangguk-angguk mengiyakan.
"Kita coba lagi," kata Pak Guru setelah beberapa saat mereka berhenti bermain.
Mereka lalu bermain lagi, lagi, dan lagi. Awalnya mereka masih salah-salah. Lama-lama mereka bisa mengikuti permainan, mengangkat tangan kiri ketika Pak Guru mengatakan kanan. Dan mengangkat tangan kanan ketika Pak Guru mengatakan kiri. Mereka mulai terbiasa.
Entah apa mengibaratkan cerita diatas dengan kehidupan kita sekarang ini tepat atau tidak. Tetapi, kita mungkin juga menyadari banyak hal yang berubah dari masa dahulu. Ada perubahan menuju yang lebih baik, tetapi tak jarang ada juga perubahan yang menuju keburukan.
Bukan berarti kita pesimis atas masa depan, tetapi tak ada salahnya kalau kita juga introspeksi pada yang terjadi sekarang-sekarang ini.
Dulu kita adalah orang-orang yang taat norma/aturan yang berlaku di masyarakat. Ketika aturan mengatakan A, maka kitapun melakukan A. Jika aturan mengatakan B, maka B adalah hal yang kita lakukan. Kita tidak akan melewati batas antara A dan B.
Jaman berubah. Hal-hal yang dulu salah menurut norma yang berlaku dalam masyarakat, sekarang mudah saja dilakukan. Misalnya tentang hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan saudara. Dulu, hubungan laki-laki dan perempuan bukan mahrom sangat dijaga. Dan ini bukan hanya tentang aturan agama, tetapi juga nilai kesopanan yang berlaku di masyarakat. Tak ada laki-laki dan perempuan bukan mahrom berduaan, apalagi di tempat sepi.
Lama-lama berdua-duaan menjadi biasa. Masih malu-malu, dan masih tahu batas. Lalu jaman berubah lagi. Dulu yang malu-malu, sekarang tak malu-malu lagi. Dari yang pegang tangan, hingga pegang yang lainnya.
Dulu ketika ketahuan pacaran lalu "kecelakaan" dan hamil di luar nikah, malunya minta ampun. Lalu sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan kenalan. Sekarang, tak ada yang ditutup-tutupi lagi. Bahkan ketika perempuan melahirkan tanpa suami (karena zina, bukan karena kejahatan), sekarang bukan hal yang aneh lagi. Semuanya biasa, atas nama modernitas semua menjadi benar. Dan kita yang masih teguh memegang prinsip nenek moyang kita, dikatakan kolot dan kuno.
Juga tentang laki-laki dan perempuan penyuka sesama jenis. Dulu, mereka tak berani menunjukkan aktifiasnya, karena perilaku mereka dikatakan sebagai penyimpangan seksual. Sekarang mereka menuntut hak atas perilaku mereka. Sebagian besar kita mungkin tidak setuju dengan perilaku penyuka sesama jenis itu, tetapi kita lebih banyak yang diam. Yang mengaku modern, tak boleh menentang itu. Sedang yang menentang, katanya sama saja melanggar HAM.
Seperti ketika Pak Guru mengatakan kanan dan kita harus mengangkat tangan kiri. Awalnya kita gugup, tetapi lama-lama kita terbiasa. Awalnya satu dua orang yang terbiasa, yang lainnya masih kaku. Lalu saking biasanya semua akhirnya mengikuti. Sebuah kesalahan akhirnya menjadi kebenaran.
Dan kita... Barangkali harus selalu menggugah rasa kita, agar selalu peka terhadap hal yang ada di sekitar kita. Sesuatu yang biasa, belum tentu sebuah kebenaran. Dan sesuatu yang asing, belum tentu sebuah kesalahan.
Jadi ingat dengan sabda Rasulullah SAW, "Islam datang dalam keadaan asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing." (HR. Muslim)
Bagi yang Muslim, kita punya kewajiban. Jika kita tak mampu merubah kesalahan (kemungkaran) dengan tangan (kekuasaan), maka cukuplah lisan kita mengingatkan. Jika kita tak sanggup mengingatkan, maka hati kita harus tetap merasa bahwa yang salah adalah salah. Meski itu adalah selemah-lemahnya iman.
Jadi, mana yang akan kita pilih?
#selfreminder
KETIKA KANAN DAN KIRI TERTUKAR
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Februari 16, 2016
Rating:
Ahhh sulit jika mengembalikan rasa 'biasa' tertukar kembali. :(
BalasHapusSmg kita bisa menjaga anak2 kita, itu harapan saya Mbak...
Hapusaku dg mantab memilih pedoman hidup umat islam mbak, al quran, perlu usaha yg luar biasa memang di zaman seperti ini, dan tentu saja itu hrus dilakukan demi menjaga diri juga keluarga dr sesuatu yg di luar jalanNya
BalasHapusmakasih renungannya ya mbak
Ya, Mbak... Krn nama lain Al-Qur'an adalah Al-Furqon (pembeda antara haq dan bathil), smg kitapun diberi cahaya utk bs membedakan benar dan salah.
HapusTerima kasih kunjungannya. :)
Introspeksi ya Mbak, terima kasih untuk diingatkan. Lagi butuh keteguhan hati ncih, agar resolusi 2016 berjalan mulus.
BalasHapusSmg resolusinya tercapai, Mbak. :)
Hapus