Siapa orangnya yang mau dipersalahkan? Meskipun kita benar-benar salah sekalipun, seringkali kita tetap mencari pembenaran. Mencari-cari alasan agar kesalahan tidak ditimpakan pada diri kita sendiri.
"Ya, aku salah," kalimat seperti itu semakin jarang diucapkan oleh seseorang yang melakukan kesalahan. Kadang ada juga yang mengaku salah, tapi ada kalimat lanjutannya, seperti, "Aku memang salah. Tapi dia kan yang memulai lebih dulu." Atau "Aku salah, tapi orang lain juga melakukannya." Yang seperti-seperti itulah. Pengakuan yang masih membutuhkan pembenaran.
Barangkali karena itu pula ketika seseorang menjadi tersangka, dia butuh pembelaan. Biarpun sebenarnya bersalah, orang tersebut tetap ingin hukuman yang seringan-ringannya. Karena itu dicari banyak alibi yang akan meringankan hukumannya.
Mungkin, sebatas itulah akhlak kita. Berbeda dengan seorang perempuan di jaman Rasulullah yang mengaku berzina dan justru meminta dihukum untuk kesalahannya. Seperti yang dikisahkan dalam sebuah hadis:
Dari Imran bin Husain, bahwa seorang wanita dari Juhainah datang menghadap
kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam (pemerintah), padahal dia sedang hamil akibat melakukan zina.
Wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah melanggar hukum, oleh karena
itu tegakkanlah hukuman itu (rajam)
ke atasku.”
Lalu Nabi Allah memanggil wali perempuan itu dan bersabda kepadanya:
“Rawatlah wanita ini sebaik-baiknya, apabila dia telah melahirkan, bawalah dia
ke hadapanku.” Lalu walinya melakukan pesan tersebut. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan untuk merajam
wanita tersebut, maka pakaian wanita tersebut dirapikan (agar auratnya tidak
terbuka ketika dirajam).
Kemudian beliau perintahkan agar dia dirajam.
Setelah dirajam, beliau
mensholatkan jenazahnya,
namun hal itu menjadikan Umar Al-Khattab bertanya kepada beliau: “Wahai Nabi
Allah, perlukah dia disholatkan?
Bukankah dia telah berzina?” Beliau menjawab: “Sungguh, dia telah bertaubat
kalau sekiranya taubatnya dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk
Madinah, pasti taubatnya akan mencukupi mereka semua. Adakah taubat yang lebih
utama (hebat) daripada menyerahkan nyawa kepada Allah Ta’ala secara ikhlas?”
(HR. Muslim dan Abu Dawud)
Akupun sama, selalu mencari-cari pembenaran. Seperti ketika anakku mendapati aku yang minum sambil berdiri, "Bunda kok minumnya sambil berdiri, sih." Lalu akupun ngeles, dengan mengatakan, "Bunda lupa." Padahal sebenarnya aku ingat, tapi kursi berada jauh dari tempatku mengambil air minum. Aku malas menuju kursi dan memilih minum dengan berdiri. Padahal meski minum sambil berdiri bukan hal haram, tetapi seperti itu bukan sunnah Rasul. Itu dalam hal yang sederhana ya. Bagaimana dengan hal yang lebih besar?
Misalnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebuah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita, ternyata terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya. Ketika atasan menegur, kita malah membuat-buat alasan sebagai pembenaran. Atau menyalahkan orang lain atas kelalaian kita. Bukannya membuat evaluasi untuk perbaikan kedepan nanti.
Bahkan ketika berurusan dengan ibadahpun kita bisa mencari pembenaran. Sholat terlambat karena sibuk bekerja. Tidak bersedekah karena belum cukup harta. Jarang membaca Al-Qur'an karena tak punya waktu.
Lalu ketika kita dihadapkan pada dosa besar seperti wanita dari Juhainah itu, beranikah kita mengaku salah? Lalu menerima hukumannya? Atau kita tetap sama, mencari pembenaran?
#selfreminder
MENCARI PEMBENARAN
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Maret 03, 2016
Rating:
Ini semacam pelecut diri. Kadang pas sadar, pasti ngaku salah, Kalo gak sadar, itu yang selalu cari pembenaran. Hehehe
BalasHapusBener, mb... :D
Hapusoops kadang kita juga sebagai orang tua suka salah ya. TErima kasih sudah diingatkan ya
BalasHapusJadi malu saya, Bunda... :)
HapusWah, saya kena nih mbak Ummi. Saya sering juga mencari pembenaran terutama kalau berhadapan dengan anak, mahluk yang paling lemah dalam keluarga. Meskipun kadang saya sering dibully juga sama anak saya :)
BalasHapusTerima kasih seudah diingatkan ya mbak :)
Sebenarnya ini pengingat diri saya.
HapusTerima kasih sdh berkunjung, Mbak.
Subhanallah, ini benar-benar mengingatkan saya nih. Kalau lupa suka gak mau ngaku, kadang masih aja ngeles. Astagfirullah, terima kasih ummu :)
BalasHapusTerima kasih kembali, Mbak... :)
HapusIya hiks. Kalo dinasihatin tanpa sadar kita ngeles ya
BalasHapusSaya sering begitu... :(
Hapusjadi inget waktu masih kecil
BalasHapus:)
HapusDalam semua kesalahan selalu ada cara untuk mencari pembenaran ya mbak. Padahal mengaku itu meski kadang tidak mudah tapi sangat memudahkan urusan2 selanjutnya.
BalasHapusNggih, Mbak.
HapusTerima kasih kunjungannya. :)
Iya sih, kebanyakan orang emang begitu, itu udah sifat alami atau emang gimana ya kak?
BalasHapusMungkin ya... :D
Hapus