Cintaku adalah panggilan kesayangan untuk putri pertamaku. Dan
Sayangku adalah panggilan cinta untuk putri keduaku. Mereka akan senang
sekali kalau aku sudah memanggil mereka berdua dengan panggilan itu, dan
mereka selalu menambahi, “Bunda, kalau adik yang di perut lahir, nanti
dipanggil Kasihku ya....”
Aku selalu tertawa kalau mereka sudah
mengatakan itu. Karena sampai saat ini sebenarnya aku belum berniat
hamil lagi. Tapi sepertinya mereka sudah ingin punya adik lagi. Ini
karena sepupu mereka sudah punya adik bayi yang lucu. Mereka selalu
ingin membawa pulang bayi lucu itu.
Mereka berdua itu
tentu saja benar-benar kecintaan dan kesayanganku. Dulu, ada masa dimana
aku merasa bersalah kepada mereka karena tidak bisa membersamai mereka
setiap saat. Sebab aku seorang ibu yang bekerja.
Aku
seorang PNS yang dari awal penerimaan CPNS ditempatkan di BAPPEDA sebuah Kabupaten. Jarak
antara rumah dan kantor adalah satu jam perjalanan. Tetapi pada saat
itu di tahun 2006, hal ini tidaklah menjadi masalah. Aku belum menikah
saat itu. Dan aku menikmati setiap pengalaman baru sebagai PNS di
BAPPEDA. Mengikuti rapat keluar kota. Atau monitoring ke desa-desa di
wilayah Kabupaten, yang jalannya tidak semulus yang ada di kota. Semua
itu memberi ilmu baru dan aku menyukai itu. Tetapi
menikah dan menjadi ibu, membuatku menemukan sesuatu yang berbeda.
Apalagi ketika aku sudah mempunyai dua orang anak.
Bekerja di
BAPPEDA itu hampir selalu sibuk dari awal hingga akhir tahun (ini
menurutku, bagi yang lain, mungkin beda). Di awal tahun kantor kami
sudah mulai disibukkan dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang), dimana kami membuat Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD)
untuk tahun berikutnya. Lalu tugas-tugas koordinasi juga menyibukkan
kami. Di akhir tahun semua orang pun sibuk dengan monitoring dan
evaluasi. Dan kami sering sekali bekerja melebihi batas waktu. Pulang
menjelang malam sudah biasa (he he..... sebenarnya ini untuk orang-orang
tertentu sih......) Dan semua itu menjadi lebih berat ketika kita sudah
punya anak. Berat bukan dalam hal pekerjaannya, tapi berat dalam hal
“hati dan perasaan”. Meskipun aku beruntung mempunyai suami dan
anak-anak yang pengertian, yang hampir tak pernah rewel meskipun aku
sering pulang melebihi batas waktu. Tetapi timbul rasa bersalah ketika
aku sebagai seorang ibu tidak bisa mendampingi anak-anak lebih banyak
ketika mereka sakit. Atau ketika putriku yang pertama ada kegiatan di
sekolahnya yang membutuhkan pendampingan orang tua, tapi aku tak pernah
bisa mendampinginya. Anakku yang pertama itu memang tak pernah protes
secara langsung, tetapi dia sering mengatakan, “Bunda, tadi
teman-temanku ditemani ibunya. Mbak Tia tadi sama Bu Guru. Nanti
kapan-kapan Mbak Tia ditemani bunda juga ya.....” Kadang ia juga protes
dengan cara yang lain, yaitu mogok tidak mau sekolah. Biasanya mogok
sekolah ini dilakukan ketika aku sudah terlalu sibuk dan beberapa hari
berturut-turut pulang ke rumah sangat telat, hingga ia merasa diabaikan.
Yah........Itulah cara Fathiya protes.
Hal-hal
seperti itu membuatku berfikir untuk mengajukan pindah kerja di tempat
yang lebih dekat. Dan lebih dekat itu berarti di Kantor Kecamatan atau
di Upt Dinas. Tapi aku masih maju mundur untuk benar-benar
mengajukannya. Beberapa teman dan saudara yang aku mintai pertimbangan
selalu mengatakan, “Eman-eman. Bagaimana nanti karirmu?” Selalu begitu.
Memang sih, bekerja di BAPPEDA itu keren. Tapi pikirku, menjadi ibu yang
baik juga keren. :)
Aku memikirkan pengajuan pindah
itu selama hampir dua tahun. Tapi hatiku masih gamang, antara ya dan
tidak. Tetapi kemudian ada hal yang membuatku yakin untuk melakukannya.
Ketika itu bulan Ramadhan 1434 H, dan aku mulai memasukkan Fathiya,
anakku yang pertama itu ke Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Sampai
beberapa bulan Fathiya ngaji di TPQ yang masuk jam setengah 2 siang itu,
Fathiya hanya mau diantar olehku. Ia tidak mau diantar Abi atau
Mbak-nya. Padahal dalam keadaan normal (tidak lembur) aku keluar kantor
jam setengah 2 siang, dan perjalananku dari kantor ke rumah adalah satu
jam. Walhasil, dia hanya masuk di hari Ahad ketika aku libur (kebetulan
di Pemda kami, kerjanya adalah 6 hari kerja).
Beberapa
lama aku berdiskusi dengan suami. Bahkan pernah terpikir juga untuk
keluar dari pekerjaan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami
memutuskan, mengajukan pindah mungkin adalah jalan terbaik. Beberapa hal
menjadi pertimbangan kami. Tetapi faktor utama yang menyakinkanku
sebenarnya adalah karena aku tidak bisa melihat ngajinya Fathiya
terbengkelai.
Mungkin bagi sebagian orang, hal ini
adalah sesuatu yang sepele. Tetapi bagi kami ini sesuatu yang serius.
Karena aku dan suami dari keluarga yang cenderung agamis, ngaji
merupakan hal penting bagi keluarga kami. Dulu waktu kecil, orang tuaku
lebih mementingkan ngaji/sekolah agama daripada les di sore hari. Dan
sepertinya ini menurun padaku. Bukan berarti mengabaikan pendidikan,
tetapi memberi bekal anak itu, bagi kami, bukan sekedar bekal dunia
tetapi juga bekal akhirat. Dan bekal itu, harus mulai diberikan sejak
kecil. Karena itu demi cinta dan sayangku, aku meyakinkan hati, tak apa
jika di tempat kerja yang lebih dekat rumah, karirku nantinya
begitu-begitu saja. :) Tetapi semoga, meski belum maksimal aku bisa
lebih banyak membersamai anak-anak.
Sebenarnya ada proses-proses
dalam pengajuan pindah itu (yang tidak bisa diceritakan satu persatu),
hingga akhirnya aku bisa pindah di tempat yang baru. Tetapi dalam proses
itu, aku meyakini satu hal. Selalu husnudzon pada-Nya, maka Dia akan
memberikan yang terbaik untukmu. Jangan pernah berfikir, jalan lurus itu
tidak ada. Karena jika Dia sudah berkehendak, tak ada yang tak mungkin
bagi-Nya.
Sekarang, aku sudah 4 bulan di kantor
baru. Ya......setidaknya ada beberapa hal yang aku anggap lebih baik
setelah aku bekerja di tempat yang lebih dekat, misalnya:
- Ada sekitar 2 jam yang dulu hilang dalam perjalanan (1 jam perjalanan berangkat dan 1 jam perjalanan pulang) yang bisa aku manfaatkan untuk anak-anak.
- Kalau dulu tugas memandikan, ngajak sarapan dan mengantar sekolah (Fathiya di TK, Hana di Taman Penitipan Anak (TPA)) adalah tugas suamiku, sekarang aku bisa sepenuhnya membersamai pagi mereka.
- Dulu menjemput sekolah selalu dilakukan suamiku, sekarang meskipun tidak tiap hari, aku bisa melakukannya.
- Yang pasti, sekarang Fathiya lebih sering berangkat TPQ daripada dulu, karena aku sudah bisa mengantar ngaji hampir tiap hari.
- Sepertinya anak-anak juga lebih senang sekarang, karena aku tidak pernah pulang menjelang malam lagi. Itu berarti waktu bermain bersamaku lebih banyak.
Al-Um
Al-madrosatul ula. Seorang ibu adalah madrasah/sekolah pertama (bagi
anak-anaknya). Semuanya memang tak bisa selalu berjalan sempurna, tetapi
ini adalah ikhtiarku. Aku berharap semoga bisa menjadi ibu yang baik
bagaimanapun keadaannya. Meski tidaklah sempurna.
DEMI CINTA DAN SAYANGKU
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Mei 09, 2013
Rating:
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)