Anak adalah amanah dari Allah. Karena itu, tentu kita akan selalu berusaha menjaga amanah itu, termasuk dalam hal pendidikan mereka. Aku bukan pakar pendidikan ataupun parenting, yang tahu banyak tentang teori-teori pendidikan anak. Aku juga bukan ahli agama yang tahu bagaimana cara mendidik anak yang baik dalam bingkai agama. Meski begitu, sebagai orang tua, aku dan suamiku tentu ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anak. Tetapi, sebenarnya bagaimanakah pendidikan terbaik itu?
Beberapa waktu ini,
berseliweran berita-berita yang membuat aku miris. Berita-berita itu membuatku
berfikir, aku sebagai orang tua, apakah yang sudah aku lakukan untuk melindungi
anak-anakku? Dunia yang akhir-akhir ini penuh dengan kekerasan, aku tentu
berharap mereka tidak pernah menjadi pelaku ataupun korban dari tindak
kekerasan itu.
Masih ingatkah dengan
pembunuhan yang dilakukan sepasang kekasih Hafidz dan Asyifa? Pembunuhan yang
diawaIi dari kisah cinta. Seperti itukah potret remaja kita saat ini? Membanyangkan
apa yang ada dalam pikiran mereka ketika merencanakan pembunuhan, aku sungguh
tak bisa. Apakah mereka tidak berfikir dampak dari perbuatannya bagi masa depan
mereka?
Dan terkini, sunguh mengejutkan kasus kematian seorang anak SD bernama Renggo. Diawali dari
ketidaksengajaan menyenggol kakak kelasnya, hingga menyebabkan makanan yang
dipegang kakak kelas jatuh. Lalu Renggo dianiaya, hingga menjadi sebab
kematiannya. Teman-temannya tak ada yang berani lapor pada guru karena diancam
si kakak kelas. Anak SD gitu loh....... Sebegitu dekatkah anak-anak dengan
kekerasan? Apa yang menyebabkan anak-anak itu tega melakukan kekerasan itu?
Lalu kasus sodomi di Jakarta
International School (JIS) yang menyita perhatian akhir-akhir ini. Sebuah
kejahatan yang seperti terstruktur? Kekerasan seksual yang dilakukan secara
berkelompok. Meminjam istilah Cak Lontong di ILK, “Aku terhenyak!” Benar-benar
ingin tidak percaya, tetapi itulah kenyataannya. Dilanjutkan dengan kasus
sodomi oleh Emon, pemuda 24 tahun di Sukabumi. Ada sedikit kesamaan dari kasus
sodomi JIS dan Emon, yaitu salah satu pelaku sodomi di JIS dan Emon di masa
lalu adalah korban sodomi. Bagaimana kemudian mereka menjelma menjadi pelaku
sodomi? Apa yang dialami mereka setelah menjadi korban sodomi?
Mencermati kejadian-kejadian
itu, sebuah pertanyaan hadir begitu saja dalam pikiranku, “Dunia macam apa yang
akan dihadapi anak-anakku di masa depan?” Pertanyaaanku selanjutnya adalah, “Apa
yang harus aku persiapkan untuk masa depan mereka nanti, yang mungkin saja
lebih keras dari keadaan saat ini?” Pertanyaan itu, membuatku mengingat
beberapa kejadian di sekitarku.
Sebuah percakapan yang
dilakukan oleh beberapa orang temanku. Mereka menggosipkan anak temanku yang
lain, yang sekolah di sekolah biasa, bukan sekolah favorit. “Masak bapaknya
sepintar itu, anaknya tidak mampu sekolah di sekolah favorit?”, begitu kurang
lebih percakapan mereka. Kebetulan obyek pembicaraan mereka memang dikenal
sebagai orang yang pintar, tetapi prestasi anaknya di sekolah biasa-biasa saja.
Sedangkan pada kasus yang lain,
seorang teman justru berusaha agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit. Pada
waktu itu, si anak lulus SD dengan nilai pas-pasan. Tetapi orangtuanya sangat
berambisi agar anaknya bisa masuk SMP favorit. Sampai-sampai berbagai macam cara
ditempuh. Akhirnya si anak memang bisa masuk di SMP favorit tujuan orangtuanya.
Tetapi, aku jadi bertanya-tanya, apakah cara mencari sekolah terbaik seperti
itu akan memberikan pendidikan terbaik juga untuk anak? Sekolah terbaik apakah
sama dengan pendidikan terbaik? Haha..... satu pertanyaan di depan belum
terjawab, dan muncul pertanyaan baru.
Disisi lain, aku juga mengenal
banyak orang di sekitarku yang istiqomah dari jaman orang tua mereka dahulu.
Jika beberapa orang menyekolahkan anaknya dengan pertimbangan pekerjaan yang
akan didapat anak mereka di masa depan, orang-orang ini memilih pendidikan
agama sebagai prioritas. Mereka banyak
memasukkan anak mereka ke pesantren ataupun menghafal Al-Qur’an. Karena bagi
mereka agamalah yang akan membuat anak-anak mereka sukses, bukan hanya di dunia
tetapi juga di akhirat. Sedangkan rejeki, mereka percaya sepenuhnya bahwa Allah
akan memberi rejeki pada setiap makhluk-Nya seperti burung yang pergi pagi
untuk mencari makan, pulang petang dalam keadaan kenyang. Dan aku melihat
orang-orang ini memang tak pernah mempermasalahkan ‘nilai’ dari rejeki yang
mereka peroleh. Bagi mereka yang penting adalah barokah dari rejeki yang mereka
dapat.
Jadi, apakah pendidikan terbaik untuk anak itu? Entahlah. Ha...... tulisan ini memang sama sekali tidak akan memberi solusi apapun. Tapi mungkin kita bisa berfikir bersama, apa tujuan kita dengan pendidikan anak-anak kita? Kesuksesan? Menjadi dokter, atau pekerjaan keren lain. Nantinya memiliki rumah mewah, mempunyai banyak mobil mahal, hidup yang serba berkecukupan. Mungkin itu bisa menjadi sebagian tujuan. Tetapi bagaimana dengan tujuan jangka panjang? Kadangkala aku memikirkannya juga. Bagaimana nanti aku menghadap Tuhan, sedang aku tak cukup membekali anak-anakku dengan iman? Bagaimana masa depan akhirat mereka nanti?
Bagaimanapun, aku yakin, keluarga memegang peranan penting dalam kesuksesan anak. Sekolah mungkin banyak mengajarkan teori, tetapi pembiasaan hal-hal baik, aku yakin orang tua tetap yang utama. Eh, tapi aku harap suatu saat aku menemukan tulisan atau apapun bentuknya tentang kriteria sukses. Kenapa seseorang disebut sukses. Dan aku jadi ingin tahu, anak-anak yang sekolah di sekolah unggulan, berapa persen yang menjadi orang sukses berdasarkan kriteria tersebut. Dan anak-anak yang sekolah di sekolah bukan unggulan, berapa persen juga yang sukses? Apakah sekolah di sekolah unggulan berbanding lurus dengan kesuksesan hidup? Abaikan saja........ haha..... bukan pertanyaan serius.
Dan kembali pada diriku sendiri. Entah usaha kami sudah cukup atau belum dalam mendidik anak-anak, tapi sebagaimana do'a kami di setiap waktu, Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah. Waqina 'adzabannar. Semoga kami bisa mendidik anak-anak kami, hingga sukses dunia dan akhirat.
ANAKKU, BAGAIMANA AKU MENDIDIKMU?
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Mei 07, 2014
Rating:
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah memberikan komentar di blog saya. Mohon untuk memberi komentar dengan kata yang santun. Terima kasih. :)