Assalamu'alaikum, Sahabat...
Peringatan: Dunia lain yang dimaksud dalam tulisan ini bukan dunia yang berhubungan uka-uka atau hal-hal mistis ya. Sebenarnya saya cuma mau curhat. :)
Peringatan: Dunia lain yang dimaksud dalam tulisan ini bukan dunia yang berhubungan uka-uka atau hal-hal mistis ya. Sebenarnya saya cuma mau curhat. :)
Saya ini orang yang cenderung cuek dan tidak suka mencampuri urusan orang lain. Tapi "tidak suka mencampuri"nya ini kebangetan. Sampai seakan saya tidak punya empati terhadap permasalahan orang lain. Seribut apapun orang-orang di sekitar saya, kalau saya tidak "dijawil", saya akan fokus pada pekerjaan saya saja. Yang saya maksud dijawil adalah dimintai bantuan oleh orang lain. Saya sering kurang peka dengan permasalahan orang lain. Saya harus ngaku bahwa ini adalah sifat buruk saya.
Saya hanya peduli pada hal-hal yang ada di sekitaran "dunia saya". Saya dan pekerjaan saya. Saya dan keluarga inti saya. Saya dan satu dua tetangga terdekat saya saja. Di luar itu, saya tidak memperhatikannya.
Dalam beberapa hal, semuanya memang terasa baik-baik saja. Tapi makin lama saya merasa makin "tak punya hati". Saya sering tidak tahu ada tetangga satu RT yang meninggal. Saya juga sering tidak tahu ada jamaah satu pengajian yang sakit. Sayapun sering tidak tahu ada teman yang melahirkan. Intinya, saya sering kehilangan momen sosial saya.
Saya memang bisa beralasan dengan mengatakan kalau saya sibuk. Dan orang lain barangkali juga akan maklum dengan alasan itu. Tetapi kadang, saya kok malah mempertanyakan diri saya sendiri, "Apakah saya bukan sekedar mencari-cari alasan?" Toh banyak orang lain yang juga sibuk (bahkan sangat-sangat sibuk), tetapi bisa menyempatkan diri untuk melakukan aktifitas sosialnya.
Sebenarnya saya juga menyadari ketika hidup dalam masyarakat, saya tidak bisa menghindari yang namanya takziyah, bezuk orang sakit, mengunjungi teman, dan hal-hal yang bersifat sosial lain. Semua hal yang berhubungan dengan masyarakat itu, tentunya bukan sekedar hal yang harus saya tunaikan agar gugur semua "kewajiban" pertemanan. Lebih daripada itu, agama (Islam) juga memberikan perhatian pada hal itu.
Misalnya dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah SAW bersabda, "Hak seorang Muslim atas Muslim lainnya ada enam: (1) Jika engkau bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam, dan (2) jika dia mengundangmu, maka datanglah, dan (3) jika dia minta nasehat kepadamu, maka nasehatilah, dan (4) jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah, maka balaslah (dengan do'a), dan (5) jika dia sakit, maka kunjungilah, dan (6) jika dia meninggal, maka antarkanlah jenazahnya."
Meski kadang ada juga yang saya kurang sreg dengan kebiasaan sumbang-menyumbang di masyarakat yang seperti hutang piutang. Misalnya, satu saat Bu A ada hajat mantu, Bu B menyumbang dengan sejumlah uang. Maka ketika lain waktu Bu B punya hajat, Bu A juga akan menyumbang uang dengan jumlah uang yang sama. Hehe... Saya pernah mengalami yang seperti itu soalnya.
Oh ya, kembali lagi ke penyakit saya yang terlalu cuek tadi. Sebenarnya ada kejadian-kejadian yang saya temui yang menggugah rasa dan hati saya. Kejadian itu tidak begitu saja menggetarkan hati saya, tetapi semuanya sedikit-sedikit membuat saya berfikir. Bahwa ada dunia lain di luar dunia saya. Saya dan dunia nyaman saya telah membuat saya terlena dan melupakan kalau ada orang lain dengan dunia lainnya juga.
Misalnya, satu waktu saya berkesempatan menjenguk tetangga yang sakit. Sepasang suami istri yang hidup di dalam rumah sederhana yang berdinding bambu dan berlantai tanah. Yang sedang sakit adalah sang suami, yang mengalami stroke. Jadi sang suami hanya bisa rebahan dan tidak mampu bekerja. Sedang sang istri setiap harinya bekerja sebagai tukang cuci.
Cinta tetaplah cinta. Jadi, meski dalam keterbatasan, sang istri tetap mengusahakan perawatan untuk suaminya, meski dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan mendatangkan tukang pijit saraf. Meski begitu, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan kan? Saat itu, saya jadi mengingat kedua orang tua saya yang juga pernah mengalami stroke. Bedanya kami bisa mengusahakan perawatan yang lebih baik di Rumah Sakit.
Tetangga yang lain seorang simbah putri yang sudah tua. Sendirian tinggal di rumah kecil yang dibangunkan oleh pemerintah desa, karena rumah lamanya yang dari bambu ambruk diterjang angin. Ia sebatang kara. Setiap harinya ia berjualan di dekat tempat praktek seorang dokter. Jualannya seringkali sepi pembeli. Barangkali bagi orang lain, jualannya kurang menarik. Dagangannya biasanya ada kacang kulit, jagung rebus, pisang rebus, kerupuk, air mineral gelasan. Kadang kala kerupuknya bahkan sudah melempem, jagungnya sudah dingin, dagangan yang lainpun sudah tidak menarik. Yang pasti ia tetap gigih berusaha, bukan menengadahkan tangan meminta-minta.
Ada juga seorang gadis luar biasa dari keluarga yang (lagi-lagi) sederhana. Ia bisa menyelesaikan sarjananya dengan beasiswa. Setelah lulus, ia memilih pulang ke kampung halamannya yang ada di daerah pegunungan. Ia menjadi guru sebuah sekolah menengah dan juga memberi les untuk anak-anak di sekitar rumahnya. Selain itu, ia juga membuat perpustakaan di rumahnya. Sepertinya ia ingin menularkan kecintaannya pada ilmu kepada orang-orang di sekitarnya.
Ada perjuangan yang panjang untuk impiannya berbagi ilmu. Ia bahkan membangun rumah orang tuanya yang berdinding bambu, hingga menjadi bangunan permanen dengan dinding semen. Semua agar anak-anak nyaman belajar dan membaca di rumahnya itu. Hebatnya, ia melakukan semua perjuangan itu ditengah penyakit yang menderanya. Ada kelainan jantung atau apalah... Hingga ia harus rutin check-up ke dokter setiap bulannya. Bahkan jika sakitnya kambuh ia harus menginap di rumah sakit untuk mendapat perawatan. Tetapi ia tetap bersemangat menebarkan kebaikan di lingkungannya.
Pastinya ada banyak kisah lain yang lebih luar biasa. Dan saya memang tidak bisa tiba-tiba berubah menjadi lebih perhatian pada orang lain. Saya masih terus belajar dari berbagai peristiwa yang saya saksikan. Bahwa saya tidak hidup sendiri di dunia yang luas ini. Bahwa ketika saya melihat orang-orang yang "dianggap" kurang beruntung, saya sudah selayaknya lebih bersyukur. Tetapi lebih daripada itu, saya juga seharusnya lebih peduli. Peduli bukan hanya dengan hati, bukan hanya dengan perkataan, "aku peduli". Tetapi peduli dengan memberi manfaat untuk orang lain. Baru bisa dikatakan sebagai manusia baik sebagaimana sabda Rasulullah, "Khoirunnas anfa'uhum linnas (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain)". Semoga saya bisa.
Meski kadang ada juga yang saya kurang sreg dengan kebiasaan sumbang-menyumbang di masyarakat yang seperti hutang piutang. Misalnya, satu saat Bu A ada hajat mantu, Bu B menyumbang dengan sejumlah uang. Maka ketika lain waktu Bu B punya hajat, Bu A juga akan menyumbang uang dengan jumlah uang yang sama. Hehe... Saya pernah mengalami yang seperti itu soalnya.
Oh ya, kembali lagi ke penyakit saya yang terlalu cuek tadi. Sebenarnya ada kejadian-kejadian yang saya temui yang menggugah rasa dan hati saya. Kejadian itu tidak begitu saja menggetarkan hati saya, tetapi semuanya sedikit-sedikit membuat saya berfikir. Bahwa ada dunia lain di luar dunia saya. Saya dan dunia nyaman saya telah membuat saya terlena dan melupakan kalau ada orang lain dengan dunia lainnya juga.
Misalnya, satu waktu saya berkesempatan menjenguk tetangga yang sakit. Sepasang suami istri yang hidup di dalam rumah sederhana yang berdinding bambu dan berlantai tanah. Yang sedang sakit adalah sang suami, yang mengalami stroke. Jadi sang suami hanya bisa rebahan dan tidak mampu bekerja. Sedang sang istri setiap harinya bekerja sebagai tukang cuci.
Cinta tetaplah cinta. Jadi, meski dalam keterbatasan, sang istri tetap mengusahakan perawatan untuk suaminya, meski dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan mendatangkan tukang pijit saraf. Meski begitu, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan kan? Saat itu, saya jadi mengingat kedua orang tua saya yang juga pernah mengalami stroke. Bedanya kami bisa mengusahakan perawatan yang lebih baik di Rumah Sakit.
Tetangga yang lain seorang simbah putri yang sudah tua. Sendirian tinggal di rumah kecil yang dibangunkan oleh pemerintah desa, karena rumah lamanya yang dari bambu ambruk diterjang angin. Ia sebatang kara. Setiap harinya ia berjualan di dekat tempat praktek seorang dokter. Jualannya seringkali sepi pembeli. Barangkali bagi orang lain, jualannya kurang menarik. Dagangannya biasanya ada kacang kulit, jagung rebus, pisang rebus, kerupuk, air mineral gelasan. Kadang kala kerupuknya bahkan sudah melempem, jagungnya sudah dingin, dagangan yang lainpun sudah tidak menarik. Yang pasti ia tetap gigih berusaha, bukan menengadahkan tangan meminta-minta.
Ada juga seorang gadis luar biasa dari keluarga yang (lagi-lagi) sederhana. Ia bisa menyelesaikan sarjananya dengan beasiswa. Setelah lulus, ia memilih pulang ke kampung halamannya yang ada di daerah pegunungan. Ia menjadi guru sebuah sekolah menengah dan juga memberi les untuk anak-anak di sekitar rumahnya. Selain itu, ia juga membuat perpustakaan di rumahnya. Sepertinya ia ingin menularkan kecintaannya pada ilmu kepada orang-orang di sekitarnya.
Ada perjuangan yang panjang untuk impiannya berbagi ilmu. Ia bahkan membangun rumah orang tuanya yang berdinding bambu, hingga menjadi bangunan permanen dengan dinding semen. Semua agar anak-anak nyaman belajar dan membaca di rumahnya itu. Hebatnya, ia melakukan semua perjuangan itu ditengah penyakit yang menderanya. Ada kelainan jantung atau apalah... Hingga ia harus rutin check-up ke dokter setiap bulannya. Bahkan jika sakitnya kambuh ia harus menginap di rumah sakit untuk mendapat perawatan. Tetapi ia tetap bersemangat menebarkan kebaikan di lingkungannya.
Pastinya ada banyak kisah lain yang lebih luar biasa. Dan saya memang tidak bisa tiba-tiba berubah menjadi lebih perhatian pada orang lain. Saya masih terus belajar dari berbagai peristiwa yang saya saksikan. Bahwa saya tidak hidup sendiri di dunia yang luas ini. Bahwa ketika saya melihat orang-orang yang "dianggap" kurang beruntung, saya sudah selayaknya lebih bersyukur. Tetapi lebih daripada itu, saya juga seharusnya lebih peduli. Peduli bukan hanya dengan hati, bukan hanya dengan perkataan, "aku peduli". Tetapi peduli dengan memberi manfaat untuk orang lain. Baru bisa dikatakan sebagai manusia baik sebagaimana sabda Rasulullah, "Khoirunnas anfa'uhum linnas (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain)". Semoga saya bisa.
DUNIA LAIN DI LUAR DUNIA SAYA
Reviewed by Ummi Nadliroh
on
Mei 11, 2016
Rating:
Hidup bermasyarakat memang lebih indah jika kita bisa bersosialisasi dengan rukun dan damai. Gotong royong bisa menjadikan ajang saling ketemuan juga lho!
BalasHapusbtw, masih suka ada acara kerja bakti gak di kampungnya? Hehehe...
Kerja bakti kalau mau sedekah bumi, Mbak. :)
Hapushidup bertetangga harus saling peduli ya mbak tapi gak mencampuri urusan orang lain. Notesd buat diri sendiri juga nih
BalasHapusHidup bertetangga adalah proses belajar yg terus menerus ya, Mbak... :)
HapusDengan kita hidup bermasyarakat bukan tidak mungkin kita akan mendapatkan banyak teman, oleh karena itu hidup bermasyarakat sangat penting ya mbak buat kelangsung hidup kita juga untuk kedepannya.
BalasHapusSiip. :)
HapusBetul mbak Ummi, paling tidak kita harus memperhatikan tetangga ya karena kalau ada apa-apa yang tahu duluan adalah tetangga. Sama mbak, saya juga harus mulai belajar berempati pada orang lain, terutama menolong tanpa mengharap imbalan apapun. Menghindari istilah 'hutang budi' karena nanti malah megharapkan kembali. Semoga kita semua menjadi orang yang selalu bersyukur, sabar dan ikhlas, aamiin :)
BalasHapusKemarin saya mendengar cerita seorang teman yang kecelakaan. Orang hanya lewat, tidak membantu. Cerita itu kok membuat saya sedih. Rasa saling peduli sekarang sepertinya semakin menipis. Dan saya adalah salah satu orang yang kurang peduli itu.
HapusSaat ini saya berniat untuk terus belajar tentang kepedulian itu, Mbak. Belajar peduli yang ikhlas, semoga bisa...
Memang sangat penting ya mbak kalau hidup ditengah tengah masyarakat punya bekal untuk lebih tau bangaimana sih cara menjalin hubungan yang harmonis dengan tetangga sekitar.
BalasHapusYa. :)
Hapus